KINETIC GAS THEORY
TEORI KINETIK GAS
DI SUSUN OLEH ;
1.
OKKY ARIFFAN RASYID(1111090040)
ABSTRACT
The method for determining gas distribution function is reconstructed.
In this study, the Boltzmann equation is bypassed by converse method. The temperature change is specified first in order to determine the distribution function. The argument
of this method is explained both by analytically solving Bolztmann equation and pure probabilistic consideration in
statistical thermodynamics. Boltzmann equation is solved by modeling collision terms with several assumptions and It is found that the results are similar. On the other hand, probabilistic method gives no rigorous physical understanding so
it offer several justifications about the resulting distribution function. The calculation shows that the distribution function is totally Maxwellian in all cases. The temperature dependency only affects the peak value and the shape curve. It is found that more slender curve is resulted in higher temperature
and quick sampling data is required to probe the rapidly change temperature processes.
Key words
: Boltzmann equation, modeling collision, probabilistic method, the distribution function
PENDAHULUAN
Teori kinetik merupakan sebuah cabang dari fisika
statisistik
yang berhadapan dengan dinamika proses nonequilibrium dan relaksasi pada termodinamika equilibrium [Succi, 2001].
Salah satu yang
mendasari yaitu persamaan transport Boltzmann yang
melingkupi daerah aplikasi yang cukup luas. Selain itu,
persamaan Boltzmann dengan jelas menjadi prinsip utama dari dinamika fluida
dan kinetika kimia,yang dari
persamaan tersebut
maka
persamaan Navier-Stokes dan Arrhenius dapat diturunkan [Nugroho dan Karim,
2006]. Untuk aliran gas dalam reaksi
penjernihan,
persamaan Boltzmann linear dapat diselesaikan dengan menggunakan Knudsen number [Gobbert dan Cale, 2006]. Dinyatakan bahwa kecepatan bergantung pada nilai-nilai yang dapat diakses secara langsung untuk menganalisa kinetika
dasar yang
disebabkan variabel makroskopik. Formulasi umum
ruang-waktu linier secara khusus mengambil jarak ke seberang elemen ruang-waktu
sebagai representasi nya disebut juga disipasi [Pain dkk, 2006]. Secara numerik, metode Petro galerkin digunakan untuk mengoptimalkan akurasi dengan
cara meminimalisir osilasi dalam
perhitungan transient. Dengan
demikian, metode energi digunakan untuk
menyusun solusi klasik
secara menyeluruh
mendekati
Maxwellian dalam kotak
periode dengan sudut cutoff yang kecil [Hongjun, 2006]. Sebuah
kisi-kisi
model Boltzmann juga
memainkan peranan penting dalam menyelesaikan
fenomena
kontinyu karena metode tersebut dapat secara mudah diimplementasikan [Zheng
dkk, 2006]. Kita tidak perlu menyelesaikan persamaan Poisson dan
tidak membutuhkan penanganan canggih untuk menurunkan persamaan tersebut
Seseorang
yang ingin menerbangkan sebuah balon udara-panas akan memanaskan udara di dalam
balon tersebut agar balon dapat terbang ke angkasa. Pemanasan tersebut
mengakibatkan temperatur udara di dalam balon meningkat dan memaksa sebagian
udara keluar dari bagian bawah balon yang terbuka. Tahukah Anda mengapa balon
udara-panas tersebut hanya dapat terbang saat udara di dalamnya dipanaskan?
Penggunaan balon udara-panas merupakan salah satu contoh aplikasi dari sifat
gas saat energi kinetiknya meningkat dan kerapatan rata-ratanya sama dengan
udara di sekeliling balon sehingga balon dapat melayang di langit. Apa sajakah
sifat-sifat gas tersebut? Bagaimanakah aplikasi sifat tersebut dalam teknologi?
Anda dapat mengetahui jawaban pertanyaan tersebut pada pembahasan Bab ini
mengenai teori kinetik gas.
Di dalam teori kinetik gas terdapat suatu gas ideal. Gas ideal adalah suatu gas yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
- Jumlah
partikel gas banyak sekali tetapi tidak ada gaya tarik menarik (interaksi)
antar partikel
- Setiap
partikel gas selalu bergerak dengan arah sembarang atau bergerak secara
acak
- Ukuran
partikel gas dapat diabaikan terhadap ukuran ruangan. Atau bisa dikatakan
ukuran partikel gas ideal jauh lebih kecil daripada jarak atar partikel
- Bila
tumbukan yang terjadi sifatnya lenting sempurna
- Partikel
gas terdistribusi merata pada seluruh ruang dengan jumlah yang banyak
- Berlaku
hukum Newton tentang gerak
Gambar
1. Balon udara panas. [1]
|
Pada
bab ini, Anda akan diajak untuk dapat menerapkan konsep termodinamika dalam
mesin kalor dengan cara mendeskripsikan sifat-sifat gas ideal monoatomik.
1. Gas Ideal
Anda
tentu telah mengetahui bahwa setiap zat, baik itu zat padat, cair, maupun gas,
terdiri atas materi-materi penyusun yang disebut atom. Sebagai partikel
penyusun setiap jenis zat yang ada di Bumi dan di seluruh alam semesta,
atom-atom berukuran sangat kecil dan tidak dapat dilihat, walaupun menggunakan
alat yang paling canggih. Oleh karena itu, gaya yang ditimbulkan oleh interaksi
antarpartikel dan energi setiap partikel hanya dapat diamati sebagai sifat
materi yang dibentuk oleh sejumlah partikel tersebut secara keseluruhan.
Analogi pernyataan ini dijelaskan sebagai berikut. Misalkan, Anda memiliki
sejumlah gas oksigen yang berada di dalam tabung tertutup. Jika Anda ingin
mengetahui gaya-gaya yang bekerja pada setiap atom oksigen, Anda hanya dapat
mengamati perilaku seluruh gas oksigen yang ada di dalam tabung dan menganggap
bahwa hasil pengamatan Anda sebagai penjumlahan dari gaya-gaya yang bekerja
pada setiap atom gas oksigen.
Sifat
mekanika gas yang tersusun atas sejumlah besar atom-atom atau molekul-molekul
penyusunnya dijelaskan dalam teori kinetik gas. Dalam menjelaskan perilaku gas
dalam keadaan tertentu, teori kinetik gas menggunakan beberapa pendekatan dan
asumsi mengenai sifat-sifat gas yang disebut gas ideal.
Sifat-sifat
gas ideal dinyatakan sebagai berikut.
1.
Jumlah
partikel gas sangat banyak, tetapi tidak ada gaya tarik menarik (interaksi)
antarpartikel.
2.
Setiap
partikel gas selalu bergerak dengan arah sembarang atau acak.
3.
Ukuran
partikel gas dapat diabaikan terhadap ukuran ruangan tempat gas berada.
4.
Setiap
tumbukan yang terjadi antarpartikel gas dan antara partikel gas dan dinding
bersifat lenting sempurna.
5.
Partikel
gas terdistribusi merata di dalam ruangan.
6.
Berlaku
Hukum Newton tentang gerak.
Pada
kenyataannya, tidak ditemukan gas yang memenuhi kriteria gas ideal. Akan
tetapi, sifat itu dapat didekati oleh gas pada temperatur tinggi dan tekanan
rendah.
2. Hukum-Hukum tentang Gas
Teori
kinetik gas membahas hubungan antara besaran-besaran yang menentukan keadaan
suatu gas. Jika gas yang diamati berada di dalam ruangan tertutup,
besaran-besaran yang menentukan keadaan gas tersebut adalah volume (V), tekanan
(p), dan suhu gas (T). Menurut proses atau perlakuan yang diberikan pada gas,
terdapat tiga jenis proses, yaitu isotermal, isobarik, dan isokhorik.
Pembahasan mengenai setiap proses gas tersebut dapat Anda pelajari dalam uraian
berikut.
a. Hukum Boyle
Perhatikanlah
Gambar 1. berikut.
Gambar
1. (a) Gas di dalam tabung memiliki volume V1 dan tekanan P1. (b) Volume gas
di dalam tabung diperbesar menjadi V2 sehingga tekanannya P2 menjadi lebih
kecil.
|
Suatu
gas yang berada di dalam tabung dengan tutup yang dapat diturunkan atau
dinaikkan, sedang diukur tekanannya. Dari gambar tersebut dapat Anda lihat
bahwa saat tuas tutup tabung ditekan, volume gas akan mengecil dan
mengakibatkan tekanan gas yang terukur oleh alat pengukur menjadi membesar.
Hubungan antara tekanan (p) dan volume (V) suatu gas yang berada di ruang
tertutup ini diteliti oleh Robert Boyle.
Saat
melakukan percobaan tentang hubungan antara tekanan dan volume gas dalam suatu
ruang tertutup, Robert Boyle menjaga agar tidak terjadi perubahan temperatur
pada gas (isotermal). Dari data hasil pengamatannya, Boyle mendapatkan bahwa
hasil kali antara tekanan (p) dan volume (V) gas pada suhu tetap adalah
konstan. Hasil pengamatan Boyle tersebut kemudian dikenal sebagai Hukum Boyle
yang secara matematis dinyatakan dengan persamaan :
pV
= konstan
(1–1)
atau
p1V1 =
p2V2
(1–2)
Dalam
bentuk grafik, hubungan antara tekanan (p) dan volume (V) dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gambar
2. Grafik p-V suatu gas pada dua suhu yang berbeda, di mana T1>T2.
|
b. Hukum
Gay-Lussac
Gay-Lussac,
seorang ilmuwan asal Prancis, meneliti hubungan antara volume gas (V) dan
temperatur (T) gas pada tekanan tetap (isobarik). Perhatikanlah Gambar 3.
Gambar
3. Pada tekanan 1 atm, (a) gas bervolume 4 m3 memiliki temperatur 300 K,
sedangkan (b) gas bervolume 3 m3 memiliki temperatur 225 K.
|
Misalnya,
Anda memasukkan gas ideal ke dalam tabung yang memiliki tutup piston di
atasnya. Pada keadaan awal, gas tersebut memiliki volume 4 m3 dan
temperatur 300 K.
Jika
kemudian pemanas gas tersebut dimatikan dan gas didinginkan hingga mencapai
temperatur 225 K, volume gas itu menurun hingga 3 m3. Jika Anda
membuat perbandingan antara volume terhadap suhu pada kedua keadaan gas
tersebut (V/T) , Anda akan mendapatkan suatu nilai konstan (4/300 = 3/225
= 0,013).
Berdasarkan
hasil penelitiannya mengenai hubungan antara volume dan temperatur gas pada
tekanan tetap, Gay-Lussac menyatakan Hukum Gay-Lussac, yaitu hasil bagi antara
volume (V) dengan temperatur (T) gas pada tekanan tetap adalah konstan.
Gambar
4. Grafik hubungan V–T.
|
Persamaan
matematisnya dituliskan sebagai berikut.
V/T
= Konstan (1–3)
atau
V1/T1 =
V2/T2 (1–4)
Tokoh
Fisika :
Robert Boyle
(1627–1691)
Gambar 5. Robert Boyle. [2]
|
Robert
Boyle ialah seorang ilmuwan Fisika berkebangsaan Inggris. Melalui usaha dan
kerja kerasnya, ia berhasil menemukan pompa vakum. Ia pun menemukan Hukum Boyle
berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan cermat dan teliti pada gas. Hukum
Boyle banyak diterapkan dalam teknologi dan telah memberikan banyak manfaat
dalam kehidupan manusia.
Agar Anda dapat lebih memahami Hukum Boyle dan Hukum Gay- Lussac, lakukanlah kegiatan Percobaan Fisika Sederhana 1 :
Agar Anda dapat lebih memahami Hukum Boyle dan Hukum Gay- Lussac, lakukanlah kegiatan Percobaan Fisika Sederhana 1 :
Percobaan Fisika Sederhana 1
Membuktikan
Hukum Boyle dan Hukum Gay-Lussac
Alat
dan Bahan :
1.
Bola
tembaga dengan katup dan alat pengukur tekanan
2.
Alat
pengisap
3.
Pembakar
bunsen
4.
Gelas
kimia
5.
Penyangga
kaki tiga
6.
Termometer
7.
Beban
dan jangka sorong
8.
Klem
dan statip
Prosedur
:
A. Percobaan
Gay-Lussac
1. Susunlah
alat-alat percobaan, seperti terlihat pada gambar.
2.
Bukalah katup, kemudian tutuplah katup pada bola tembaga pada suhu kamar.
Catatlah nilai tekanan gas di dalam bola tembaga yang ditunjukkan oleh alat
pengukur tekanan. Catatlah kedua nilai besaran tersebut ke dalam tabel berikut.
No
|
Suhu
(°C)
|
Tekanan
(mmHg)
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
3.
Benamkan bola tembaga ke dalam air es. Pastikan jumlah es yang terdapat di
dalam gelas kimia cukup banyak sehingga dicapai suhu stabil sistem antara 0
–10° C. Pastikan juga bahwa bola tembaga tidak menyentuh dasar gelas kimia dan
air es menutupi seluruh bola tembaga.
4.
Masukkan termometer ke dalam gelas kimia (perhatikan agar termometer tidak
menyentuh bola tembaga dan dasar gelas kimia).
5.
Setelah temperatur stabil, catatlah nilai temperatur dan tekanan tersebut ke
dalam tabel.
6.
Nyalakanlah pembakar bunsen. Kemudian, catatlah nilai tekanan dan temperatur
untuk setiap kenaikan tekanan yang ditunjukkan oleh alat pengukur tekanan.
7.
Lakukanlah langkah ke-6 sampai air di dalam gelas kimia mendidih.
8.
Bagaimanakah hubungan antara suhu dan tekanan yang Anda peroleh dari data
pengamatan?
9.
Sesuaikan hasil data pengamatan Anda dengan Hukum Gay-Lussac? Jika tidak
sesuai, dapatkah Anda menjelaskan bagian apa yang menyebabkan timbulnya
perbedaan tersebut? Diskusikanlah dengan teman-teman kelompok dan guru Fisika
Anda.
B. Percobaan
Boyle
1.
Dalam percobaan Boyle ini, digunakan pompa yang memiliki katup yang dapat
ditutup. Sejumlah gas yang telah ditentukan banyaknya, terperangkap di dalam
pompa. Temperatur gas selalu sama dengan temperatur kamar, sedangkan tekanan
gas diubah dengan cara menggantungkan beban yang berbeda-beda pada silinder
pompa.
2.
Bukalah katup di ujung pompa, kemudian aturlah pompa agar menunjukkan volume
udara sebesar 9 cm3. Tutuplah katup pompa. Catatlah tekanan dan
volume gas pada tabel berikut.
Massa (kg)
|
Gaya (N)
|
Tekanan
(N/m2)
|
Volume (m3)
|
1/
Volume (1/m3)
|
0
|
0
|
0
|
9 × 10–6
|
1,11
× 105
|
0,2
|
|
|
|
|
0,4
|
|
|
|
|
...
|
|
|
|
|
Oleh
karena tekanan gas yang diperhitungkan dalam percobaan ini adalah tekanan netto
gas, Anda dapat menganggap tekanan udara luar pada keadaan awal gas adalah nol.
3.
Tambahkan beban 200 g ke dalam pengisap. Bacalah volume gas dalam pengisap.
Catatlah massa dan volume tersebut ke dalam tabel di atas.
4.
Lakukanlah langkah k-3 hingga massa beban mencapai 1,6 kg.
5.
Hitunglah tekanan di dalam pengisap dengan cara membagi gaya yang diberikan
pada pengisap dengan luas penampang pengisap.
6.
Ukurlah diameter pengisap menggunakan jangka sorong, kemudian hitunglah luas
penampang pengisap tersebut.
7.
Bagaimanakah hubungan antara tekanan dan volume pada percobaan tersebut?
8.
Sesuaikah hasil data pengamatan Anda dengan Hukum Boyle?
c. Hukum Charles
Seorang
ilmuwan Perancis lainnya, Charles, menyatakan hubungan antara tekanan (p)
terhadap temperatur (T) suatu gas yang berada pada volume tetap (isokhorik).
Hasil penelitiannya kemudian dikenal sebagai Hukum Charles yang menyatakan
hasil bagi tekanan (p) dengan temperatur (T) suatu gas pada volume tetap adalah
konstan.
Gambar 6. Grafik p-T suatu gas pada
volume yang berbeda.
|
Persamaan
matematis dari Hukum Charles dinyatakan dengan :
P/T
= Konstan (1–5)
atau
p1/T1 =
p2/T2
(–6)
Anda
dapat melakukan kegiatan Percobaan Fisika Sederhana 2 berikut secara
berkelompok untuk lebih memahami Hukum Charles.
Percobaan Fisika Sederhana 2
Memahami
Hukum Charles
Alat
dan Bahan :
1.
Termometer
2.
Air
3.
Gelas
kimia
4.
Pemanas
5.
Manometer
6.
Batang
pengaduk
Prosedur
1.
Susunlah
alat-alat dan bahan percobaan, seperti tampak pada gambar.
2.
Catatlah
suhu awal dan perbedaan tinggi yang ditunjukkan manometer.
3.
Nyalakan
pemanas, kemudian catatlah perbedaan tinggi raksa dalam kolom manometer setiap
kenaikan suhu 5°C.
4.
Agar
suhu air dalam gelas kimia merata, aduklah air tersebut dengan batang pengaduk.
5.
Diskusikan
hubungan antara temperatur terhadap tekanan gas. Sesuaikah data hasil
pengamatan Anda dengan Hukum Charles?
d. Persamaan Keadaan Gas Ideal
Pada
proses isobarik, tekanan gas tetap, sedangkan volume dan temperatur gas
berubah. Demikian juga dalam proses isokhorik dan isotermal, terdapat satu
variabel atau besaran gas yang berada dalam keadaan tetap, sedangkan kedua
variabel gas lainnya berubah. Bagaimanakah jika ketiga besaran yang menyatakan
keadaan gas tersebut (tekanan, volume, dan suhu) berubah?
Dari
ketiga hubungan antara tekanan, volume, dan suhu gas yang didapatkan dari Hukum
Boyle dan Hukum Gay-Lussac dapat diturunkan suatu persamaan yang disebut
persamaan keadaan gas ideal. Secara matematis, persamaan keadaan gas ideal
dinyatakan dengan persamaan :
PV/T
= Konstan (1–7)
atau
p1V1/T1 =
p2V2/T2
(1–8)
Oleh
karena setiap proses yang dilakukan pada gas berada dalam ruang tertutup,
jumlah molekul gas yang terdapat di dalam ruang tersebut dapat ditentukan
sebagai jumlah mol gas (n) yang jumlahnya selalu tetap. Anda tentu sudah
mengetahui bahwa mol adalah suatu besaran yang digunakan untuk menyatakan massa
suatu zat dalam gram yang besarnya sama dengan jumlah molekul zat tersebut.
Dengan demikian, persamaan keadaan gas ideal dapat dituliskan menjadi :
pV/T
= nR
(1–9)
atau
pV
= nRT
(1–10)
dengan
:
n =
jumlah mol gas,
R =
tetapan umum gas = 8,31 × 103 J/kmolK (SI) = 8,31 J/molK,
p =
tekanan (N/m2),
V =
volume (m3), dan
T =
temperatur (K).
Dari
definisi mol zat yang menyatakan bahwa :
jumlah
mol = massa / massa relatif molekul
atau
n =
m / Mr
Persamaan
(1–10) dapat dituliskan menjadi :
pV
= (m/Mr) RT
(1–11)
Anda
telah mempelajari bahwa massa jenis suatu zat adalah perbandingan antara massa
dengan volume zat tersebut. Oleh karena itu, dari Persamaan (1–11) dapat
diperoleh persamaan massa jenis gas :
ρ =
m/V = p Mr/RT
(1–12)
Menurut
prinsip Avogadro, satu mol gas mengandung jumlah molekul gas yang sama. Jumlah
molekul gas ini dinyatakan dengan bilangan Avogadro (NA) yang besarnya sama
dengan 6,02 × 1023 molekul/mol. Dengan demikian, Persamaan
(1–12) dapat dinyatakan menjadi :
pV
= (N/NA) RT
atau
pV
= N(R/NA) T
(1–13)
dengan:
N = Banyak partikel gas, dan
NA =
Bilangan avogadro = 6,02 × 1023 molekul/mol
Oleh
karena nilai pada Persamaan (1–13) merupakan suatu nilai tetapan yang disebut
konstanta Boltzmann, k, di mana k = 1,38 × 10-23 J/K maka
persamaan keadaan gas ideal dapat juga dituliskan menjadi persamaan berikut.
pV
= NkT
(1–14)
Catatan
Fisika :
Dalam
keadaan standar (STP), yaitu tekanan p = 1 atm = 1 × 105 Pa,
dan suhu gas t = 0° C atau T = 273 K, maka setiap n = 1 mol (gas apa saja)
memiliki volume 22,4 liter.
Contoh
Soal 1 :
Setetes
raksa berbentuk bola memiliki jari-jari, r = 0,4 mm. Berapa banyak atom raksa
dalam tetesan tersebut jika diketahui Mr raksa = 202 kg/kmol dan massa jenis
raksa ρ = 13.600 kg/m3?
Kunci
Jawaban :
Diketahui:
r = 0,4 mm, Mr = 202 kg/kmol, dan ρ = 13.600 kg/m3.
Massa
raksa:
m =
ρ V = ρ (4/3 π r3)
m =
13.600 kg/m3 × 4/3 x π × (0,4 × 10-3 m)3
m =
3,6 × 10–6 kg = 3,6 × 10-3 g
Jumlah
mol raksa:
n =
m / Mr = (3,6 x 10-3 / 202) mol = 1,78 × 10-5 mol.
Banyak
atom raksa N = n NA = (1,78 × 10-5) (6,02 × 1023)
= 1,07 × 1019 atom.
Contoh
Soal 2 :
Sebuah
silinder mengandung 20 liter gas pada tekanan 2,5 × 106 Pa. Keran yang ada pada
silinder dibuka sampai tekanannya turun menjadi 2,0 × 106 Pa, kemudian keran
ditutup. Jika suhu dijaga tetap, berapakah volume gas yang dibebaskan pada
atmosfer bertekanan 1 × 105 Pa?
Kunci
Jawaban :
Diketahui
pada keadaan awal:
V1 = 20 L = 20 × 10–3 m3 dan p1 = 2,5 × 106
Pa
Keadaan
akhir:
V2 =
volume semestinya dan p2 = 2,0 × 106 Pa.
Dengan
menggunakan rumus p1V1 = p2V2 atau
V2 = (p1/p2) V1, maka :
V2 =
(2,5 x 106 Pa / 2,0 x 106 Pa) x 20 L
= 25 L pada tekanan p2
Gas
yang keluar dari silinder adalah 25 L – 20 L = 5 L pada tekanan p2.
Oleh karena tekanan udara luar 1 × 105 Pa, ΔV gas yang 5 L
tersebut, di udara luar menjadi:
p2 (
ΔV) = P3V3
(2,0
× 106 Pa)(5 L) = (1 × 105 Pa)V3
V3 =
100 L.
Dengan
demikian, volume gas yang dibebaskan adalah sebesar 100 L.
Contoh
Soal 3 :
Seorang
siswa ingin menerapkan hukum Boyle untuk menentukan tekanan udara luar dengan
menggunakan peralatan, seperti tampak pada gambar. Ia mendapatkan bahwa ketika
h = 50 mm, V = 18 cm3 dan ketika h = 150 mm, V =
16 cm3. Berapa mmHg tekanan udara luar di tempat siswa tersebut
melakukan percobaan?
Kunci
Jawaban :
Diketahui:
h1 = 50 mm, V1 = 18 cm3, h2 =
150 mm, dan V2 = 16 cm3.
Sesuai
dengan sifat bejana berhubungan, tekanan gas dalam V adalah:
•
Keadaan 1: p1 = (p0 + h1) mmHg = (p0 +
50) mmHg ...... (a)
•
Keadaan 2: p2 = (p0 + h2) mmHg = (p0 +
150) mmHg .... (b)
Menurut
hukum Boyle: p2 V2 = p1 V1 atau
p2 = (V1/V2)p1 = (18/16)p1 ....
(c)
Substitusikan
Persamaan (c) ke Persamaan (b) sehingga diperoleh :
(18
cm3/16 cm3) p1 = p0 +
150 mm → p1 = (18 cm3/16 cm3) (p0 +
150 mm)
Dengan
memerhatikan Persamaan (a), diperoleh:
(18
cm3/16 cm3) (p0 + 150 mm) = (p0 +
50mm)
16
cm3( p0) + 16 cm3 (150 mm) = 18p0 +
18 cm3 (50 mm)
2 p0 =
16 cm3 (150 mm) – 18 cm3 (50 mm)
p0 =
750 mmHg
Tekanan
udara luar adalah 750 mmHg atau 75 cmHg.
Contoh
Soal 4 :
Menurut
teori kinetik gas, tekanan gas dalam ruang tertutup:
1.
Berbanding lurus dengan energi kinetik rata-rata partikel.
2.
Berbanding terbalik dengan volume gas dalam ruang.
3.
Berbanding lurus dengan jumlah partikel gas.
4.
Berbanding terbalik dengan kuadrat kecepatan partikel gas.
Pernyataan-pernyataan
yang benar adalah ....
a.
1 dan 2
b.
1 dan 3
c.
1, 2, dan 3
d.
2, 3, dan 4
e.
1, 3, dan 4
Kunci
Jawaban :
Jawab: c
B. Prinsip Ekuipartisi Energi
Pada
subbab A, Anda telah mempelajari hubungan antara variabel-variabel yang
menyatakan keadaan suatu gas dalam ruangan tertutup. Untuk mengamati keadaan
gas tersebut, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara makroskopis dan
mikroskopis. Jika Anda mengamati keadaan suatu gas dalam ruang tertutup
berdasarkan besaran-besaran yang dapat dilihat atau diukur secara langsung,
Anda dikatakan melakukan pengamatan secara makroskopis. Namun, jika pengamatan
yang Anda lakukan berdasarkan pada variabel atau besaran yang tidak dapat
dilihat atau diukur secara langsung, Anda dikatakan melakukan pengamatan secara
mikroskopis.
Pengamatan
keadaan gas secara makroskopis telah Anda lakukan dan pelajari pada subbab A.
Pada subbab B ini, Anda akan mempelajari keadaan gas yang diamati secara
mikroskopis serta hubungan antara besaran makroskopis dan besaran mikroskopis.
1. Tinjauan Tekanan Secara Mikroskopis
Berdasarkan
sifat-sifat gas ideal, Anda telah mengetahui bahwa setiap dinding ruang tempat
gas berada, mendapat tekanan dari tumbukan partikel-partikel gas yang tersebar
merata di dalam ruang tersebut. Cobalah Anda amati gerak satu partikel yang
berada di dalam ruang berbentuk kubus dengan panjang rusuk kubus L. Massa
partikel tersebut adalah m dan kecepatan partikel menurut arah sumbu-x
dinyatakan sebagai vx (perhatikan Gambar 7).
Gambar 6. Sebuah partikel bergerak
dengan kecepatan vx dalam ruang berbentuk kubus berusuk L.
|
Jika
partikel gas ideal tersebut menumbuk dinding ruang, tumbukan yang terjadi
adalah tumbukan lenting sempurna. Oleh karena itu, jika kecepatan awal partikel
saat menumbuk dinding A adalah +vx, kecepatan akhir partikel setelah
terjadinya tumbukan dinyatakan sebagai - vx. Perubahan momentum
(px) yang dialami partikel adalah px = pakhir –
pawal = -mvx - (mvx) = -2mvx.
Setelah
menumbuk dinding A, partikel gas ideal tersebut menumbuk dinding B. Demikian
seterusnya, partikel gas tersebut akan bergerak bolak-balik menumbuk dinding A
dan dinding B. Dengan demikian, Anda dapat menghitung selang waktu antara dua
tumbukan yang terjadi pada dinding A dengan persamaan :
t
= 2L / vx
(1–15)
Pada
saat partikel gas tersebut menumbuk dinding, partikel memberikan gaya sebesar Fx pada
dinding. Pada pelajaran mengenai momentum, Anda telah mempelajari bahwa
besarnya gaya yang terjadi pada peristiwa tumbukan sama dengan laju perubahan
momentumnya (F = p / t). Dengan demikian, besar gaya Fx tersebut
dapat diketahui sebagai berikut.
Fx =
mvx2 / L
(1–16)
Jika
di dalam ruang berbentuk kubus tersebut terdapat sejumlah N partikel gas, yang
kecepatan rata-rata seluruh molekul gas tersebut dinyatakan dengan vx,
gaya yang dialami dinding dinyatakan sebagai Ftotal. Dengan
demikian, Persamaan (1–16) dapat dinyatakan menjadi :
(1–17)
Anda
dapat mencari besarnya tekanan (p) yang dilakukan oleh gaya total (Ftotal)
yang dihasilkan oleh N partikel gas ideal tersebut pada dinding A.
p =
Ftotal / A
Oleh
karena luas dinding adalah perkalian antara dua panjang rusuk dinding tersebtu
(A = L2 maka persamaan tekanan pada dinding dapat ditulis
dengan :
(1–18)
atau
;
pV
= Nmvx2
(1–19)
dengan:
p =
tekanan pada dinding, dan
V =
volume ruang.
Dalam
tinjauan tiga dimensi (tinjauan ruang), kecepatan rata-rata gerak partikel
merupakan resultan dari tiga komponen arah kecepatan menurut sumbu-x (), sumbu-y
( ), dan sumbu-z ( ), yang besarnya sama. Oleh
karena itu, dapat dituliskan dengan . Jika setiap
komponen pada kedua ruas penamaan kecepatan tersebut dikuadratkan, dapat
dituliskan :
sehingga
diperoleh,
Dengan
demikian, Persamaan (1–19) dapat diubah menjadi :
(1–20)
atau
(1–21)
dengan:
N =
banyaknya partikel gas,
m =
massa 1 partikel gas,
v =
kecepatan partikel gas, dan
V =
volume gas.
Catatan
Fisika :
Gelembung Udara
Penyelam. [3]
|
Ukuran
gelembung udara di dalam air berubah seiring dengan berubahnya kedalam
gelembung tersebut di dalam air. Jika seorang penyelam scuba melepaskan
gelembung udara di kedalaman air, tekanan air di kedalam tersebut menentukan
besarnya volume gelembung udara. Saat gelembung udara tersebut naik ke
permukaan, tekanan air menurun sehingga volume gelembung udara pun membesar.
(Sumber: Contemporary College Physics, 1993)
2. Hubungan Antara Tekanan Gas dan Energi Kinetik
2. Hubungan Antara Tekanan Gas dan Energi Kinetik
Pada
Persamaan (1–20), Anda telah menyatakan hubungan antara besaran tekanan,
volume, dan suhu (besaran makroskopis) suatu gas dengan besaran mikroskopis
(massa, jumlah, dan kecepatan) partikel gas tersebut.
Dari
pelajaran sebelumnya, Anda juga telah mempelajari bahwa setiap benda yang
bergerak memiliki energi kinetik. Bagaimanakah hubungan antara ketiga variabel
makroskopis gas (tekanan, volume, dan suhu) terhadap energi kinetiknya?
Perhatikanlah
kembali Persamaan (1–18) dan Persamaan (1–21). Jika Persamaan (1–18) dituliskan
menjadi:
p=
NkT / V,
dan
Persamaan (1–21) dituliskan sebagai
p =
(1/3) (Nmv2 / V)
maka
dapat diturunkan persamaan :
p=
NKT / V = (1/3) (Nmv2 / V)
1/3 mv2 =
kT
(1–22)
Oleh
karena EK = 1/2 mv2, maka Persamaan (1–22) dapat
dituliskan menjadi :
2/3
(1/2 mv2) = kT
sehingga
diperoleh,
2/3 EK
= kT (1–23)
dan
EK
= 2/3 kT (1–24)
Dari
Persamaan (1–24) Anda dapat menyatakan bahwa energi kinetik gas berbanding
lurus dengan temperaturnya. Jadi, jika temperatur gas naik, energi kinetiknya
akan membesar. Demikian juga sebaliknya, jika suhu gas turun, energi kinetiknya
akan mengecil.
Jika
energi kinetik Persamaan (1–24) dituliskan sebagai EK = 3
(1/2 kT), besaran 1/2 kT disebut juga sebagai derajat kebebasan gas.
Apakah derajat kebebasan gas itu? Derajat kebebasan berhubungan dengan
kebebasan partikel gas untuk bergerak di dalam ruang. Jadi, jika energi kinetik
suatu gas dinyatakan sebagai 3/2 kT, Anda dapat mengatakan bahwa gas
tersebut memiliki 3 derajat kebebasan menurut sumbu-x, sumbu-y, dan sumbu-z.
Derajat kebebasan ini berlaku untuk gas monoatomik, seperti Helium (He), Argon
(Ar), dan Neon (Ne). Semakin tinggi suhu suatu gas, energi kinetiknya akan
semakin besar. Secara fisis, meningkatnya energi kinetik gas tersebut
berhubungan dengan meningkatnya jumlah derajat kebebasan yang dimilikinya. Pada
gas-gas diatomik, seperti H2, N2, dan O2, energi
kinetiknya pada suhu rendah adalah 3/2 kT, pada suhu sedang
5/2 kT, dan suhu tinggi 7/2 kT.
Derajat
kebebasan gas-gas diatomik pada suhu rendah diperoleh dari kebebasan gerak
partikel-partikelnya saat bertranslasi menurut sumbu-x, sumbu-y, dan
sumbu-z (v2 = vx2 + vy2 +
vz2 = 3vx2). Pada suhu sedang,
partikelpartikel gas diatomik tersebut dapat bertranslasi dan berotasi. Namun,
rotasi yang dialami partikel gas menurut sumbu-x diabaikan karena nilainya
sangat kecil. Dengan demikian, energi kinetiknya, EK = 3/2 kT = 2
(1/2) kT = 5/2 kT. Jika temperatur gas diatomik tersebut dinaikkan lagi
hingga mencapai ±1.000 K, gerak yang dilakukan oleh partikel-partikel gas
adalah gerak translasi, rotasi, dan vibrasi (bergetar pada sumbunya). Energi
kinetik gas pada suhu tinggi dinyatakan dengan :
EK = 3/2 kT + 2 (1/2)
kT + 2 (1/2) kT + 7/2 kT
Anda
telah mempelajari dari uraian di atas, bahwa jumlah derajat kebebasan partikel
gas menentukan energi yang dimiliki atau disimpan oleh gas tersebut. Peninjauan
energi partikel gas inilah yang dinamakan Prinsip Ekuipartisi Energi oleh James
Clerk Maxwell.
Gambar 8. Derajat kebebasan sebuah
molekul diatomik. (a) Gerak translasi. Pusat massa memiliki tiga komponen
kecepatan yang independen satu dengan yang lain. (b) Gerak rotasi.Molekul
memiliki dua sumbu putar yang independen melalui pusat massanya. (c) Gerak
vibrasi.Atom dan “pegas” memiliki energi kinetik dan energi potensial vibrasi
tambahan. [4]
|
3. Energi
Dalam Gas Ideal
Energi
kinetik sejumlah partikel gas yang terdapat di dalam suatu ruang tertutup disebut
sebagai energi dalam gas (U). Jika di dalam ruangan tersebut terdapat N
partikel gas, energi dalam gas dituliskan dengan persamaan :
U = NEK
Dengan
demikian, energi dalam untuk gas monoatomik atau gas diatomik pada suhu rendah
adalah :
U = NEK = 3/2 NkT
Adapun,
energi dalam untuk gas-gas diatomik pada suhu sedang dinyatakan dengan :
U = 5/2 NkT
dan
pada suhu tinggi, besar energi dalam gas adalah :
U = 7/2 NkT
4. Kecepatan
Partikel Gas Ideal
Besaran
lain yang dapat ditentukan melalui prinsip ekuipartisi energi gas adalah akar
dari rata-rata kuadrat kelajuan (vrms = root mean square speed) gas, yang
dirumuskan dengan :
Dari
persamaan (1-24), Anda telah mengetahui bahwa EK = 3/2 kT. Dengan demikian
dapat dirumuskan bahwa :
1/2
mv2 = 3/2 kT
v2 =
3kT / m
(1–25)
Berdasarkan
persamaan gas ideal, Anda pun telah mengetahui bahwa pV = NkT. Jika hanya
terdapat satu mol gas, persamaan gas ideal tersebut dapat dinyatakan pV = kT.
Dengan demikian, Persamaan (1-25) dapat dituliskan menjadi :
(1–26)
Anda
tentu masih ingat bahwa massa jenis ( ρ ) adalah perbandingan antara
massa terhadap volume zat tersebut ( ρ = m / v) ). Oleh karena itu,
Persamaan (1–26) dapat dituliskan menjadi :
(1–27)
Berdasarkan
Persamaan (1–27) tersebut, Anda dapat menyatakan bahwa massa jenis gas
berbanding terbalik dengan kelajuan partikelnya. Jadi, jika massa jenis
( ρ ) gas di dalam ruangan tertutup besar, kelajuan partikel gas
tersebut akan semakin kecil.
Contoh
Soal 5 :
Neon
(Ne) adalah suatu gas monoatomik. Berapakah energi dalam 2 gram gas neon pada
suhu 50°C jika massa molekul relatifnya Mr = 10 g/mol?
Kunci
Jawaban :
Diketahui:
m = 2 gram, T = 50°C, dan Mr = 10 g/mol.
U =
3/2 nRT = (3/2) (m/Mr) (RT)
U =
3/2 x (2 g/10 g/mol) x 8,31 J/molK x (50 273) K = 805,24 J.
Contoh
Soal 6 :
Sebuah
tangki bervolume 2,4 m3 diisi dengan 2 kg gas. Tekanan
dalam tangki 1,3 atm. Berapakah kecepatan efektif molekul-molekul gas ini?
Kunci
Jawaban :
Diketahui:
V = 2,4 m3, m = 2 kg, dan p = 1,3 atm.
v =
687,52 m/s.
Rangkuman
:
1.
Gas Ideal adalah gas yang memenuhi sifat-sifat berpartikel banyak,
antarpartikel tidak berinteraksi, arah gerak setiap partikel sembarang, ukuran
partikel terhadap ruang tempatnya dapat diabaikan, tumbukan antarpartikel
bersifat lenting sempurna, partikel gas terdistribusi merata di seluruh ruang,
dan berlaku Hukum Newton tentang gerak.
2.
Hukum Boyle berlaku pada proses isotermal
pV
= konstan
p1V1 =
p2V2
3.
Hukum Gay-Lussac berlaku pada proses isobarik
V/T = Konstan atau V1/T1 =
V2/T2
4.
Hukum Charles berlaku pada proses isokhorik
p/T
= Konstan atau p1/T1 = p2/T2
5.
Hukum Boyle-Gay Lussac merupakan penggabungan antara Hukum Boyle dan Hukum Gay-
Lussac
pV/T
= Konstan atau p1V1/T1 = p2V2/T2
6.
Persamaan keadaan gas ideal
pV
= nRT atau pT = NkT
7.
Tekanan gas ideal
p =
1/3 (Nmv2/V)
8.
Energi dalam gas ideal
a. Gas monoatomik
EK = 3/2 NkT = 3/2 nRT
b.
Gas diatomik
1)
Pada suhu rendah:
U = NEK = 3/2 NkT = 3/2 nRT
2)
Pada suhu sedang:
U = NEK = 5/2 NkT = 5/2 nRT
3)
Pada suhu tinggi:
U = NEK = 7/2 NkT = 7/2 nRT
.
DAFTAR PUSTAKA :
Saripudin, A., D. Rustiawan K., dan A. Suganda. 2009. Praktis Belajar Fisika 1 : untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Alam. Pusat Perbukuan Departemen Nasional, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 234.
Jones, E.R. dan Chiulders, R.L. 1994. Contemporary College Physics, Second Edition. New York: Addison Wesley Longman.
[1] http://en.wikipedia.org/wiki/Hot_air_balloon
[2] http://en.wikipedia.org/wiki/Robert_Boyle
[3] http://www.splashdive.com/best-places-for-scuba-diving-in-the-world/best-places-for-scuba-diving-in-the-world-scuba-diving-in-cayman-island/
DAFTAR PUSTAKA :
Saripudin, A., D. Rustiawan K., dan A. Suganda. 2009. Praktis Belajar Fisika 1 : untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Alam. Pusat Perbukuan Departemen Nasional, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 234.
Jones, E.R. dan Chiulders, R.L. 1994. Contemporary College Physics, Second Edition. New York: Addison Wesley Longman.
[1] http://en.wikipedia.org/wiki/Hot_air_balloon
[2] http://en.wikipedia.org/wiki/Robert_Boyle
[3] http://www.splashdive.com/best-places-for-scuba-diving-in-the-world/best-places-for-scuba-diving-in-the-world-scuba-diving-in-cayman-island/