Rabu, 06 November 2013

jurnal teori kinetik gas




KINETIC GAS THEORY

                                                                                                                      
TEORI KINETIK GAS

DI SUSUN OLEH ;
1.        OKKY ARIFFAN RASYID(1111090040)



ABSTRACT

The method for determining  gas distribution function is reconstructed.  In this study, the Boltzmann equation is bypassed by converse method. The temperature  change is specified first in order to determine  the distribution  function.  The argument  of this method is explaineboth by analytically solving Bolztmann equation and pure probabilistic consideration in statistical thermodynamics Boltzman equatio is   solve b modelin collision   term wit several assumptions and It is found that the results are similar. On the other hand, probabilistic  method gives no rigorous physical understanding so it offer several justifications about the resulting distribution function. The calculation shows that the distribution function is totally Maxwellian in all cases. The temperature dependency only affects the peak value and the shape curve. It is found that more slender curve is resulted in higher temperature  and quick sampling data is required to probe the rapidly change temperature processes.

Key  words  :  Boltzmann  equation,  modeling  collision,  probabilisti method,  the  distribution function





PENDAHULUAN

Teori kinetik merupakan sebuah cabang dari fisika  statisistik  yang  berhadapan  dengan dinamika proses nonequilibrium dan relaksasi pada termodinamikequilibrium [Succi, 2001]. Salah sat yang mendasari yaitu persamaan transport Boltzmann yang melingkupi daerah aplikasi yang cukup luas. Selain itu, persamaan Boltzmann dengan jelas menjadi prinsip utama dari  dinamika  fluida  dan  kinetika  kimia,yang dari  persamaan  tersebut  maka  persamaan Navier-Stokes  dan Arrhenius  dapat diturunkan [Nugroho  dan Karim,  2006]. Untuk aliran gas dalam  reaksi  penjernihan,  persamaan Boltzmann linear dapat diselesaikan dengan menggunakan Knudsen number [Gobbert dan Cale, 2006]. Dinyatakan bahwa kecepatan bergantung  pada nilai-nilai  yang dapat diakses secara langsung untuk menganalisa kinetika

dasar yang disebabkan variabel makroskopik. Formulasi umum ruang-waktu linier secara khusus mengambil jarak ke seberang elemen ruang-waktu  sebagai  representasi  nya  disebut juga disipasi [Pain dkk, 2006]. Secara numerik, metode Petro galerkin digunakan untuk mengoptimalkan akurasi dengan cara meminimalisir osilasi dalam perhitungan transient. Dengan demikian, metode energi digunakan untuk menyusun solusi klasik secara menyeluruh    mendekati    Maxwellian    dalam kotak periode dengan sudut cutoff yang kecil [Hongjun, 2006]. Sebuah kisi-kisi model Boltzmann juga memainkan peranan penting dalamenyelesaikan  fenomena  kontinyu karena metode tersebut dapat secara mudah diimplementasika [Zheng   dkk,  2006].  Kita tidak perlu menyelesaika persamaan Poisson dan tidak membutuhkan penanganan canggih untuk menurunkan persamaan tersebut


Seseorang yang ingin menerbangkan sebuah balon udara-panas akan memanaskan udara di dalam balon tersebut agar balon dapat terbang ke angkasa. Pemanasan tersebut mengakibatkan temperatur udara di dalam balon meningkat dan memaksa sebagian udara keluar dari bagian bawah balon yang terbuka. Tahukah Anda mengapa balon udara-panas tersebut hanya dapat terbang saat udara di dalamnya dipanaskan? Penggunaan balon udara-panas merupakan salah satu contoh aplikasi dari sifat gas saat energi kinetiknya meningkat dan kerapatan rata-ratanya sama dengan udara di sekeliling balon sehingga balon dapat melayang di langit. Apa sajakah sifat-sifat gas tersebut? Bagaimanakah aplikasi sifat tersebut dalam teknologi? Anda dapat mengetahui jawaban pertanyaan tersebut pada pembahasan Bab ini mengenai teori kinetik gas.

Di dalam teori kinetik gas terdapat suatu gas ideal. Gas ideal adalah suatu gas yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
  • Jumlah partikel gas banyak sekali tetapi tidak ada gaya tarik menarik (interaksi) antar partikel 
  • Setiap partikel gas selalu bergerak dengan arah sembarang atau bergerak secara acak
  • Ukuran partikel gas dapat diabaikan terhadap ukuran ruangan. Atau bisa dikatakan ukuran partikel gas ideal jauh lebih kecil daripada jarak atar partikel
  • Bila tumbukan yang terjadi sifatnya lenting sempurna
  • Partikel gas terdistribusi merata pada seluruh ruang dengan jumlah yang banyak
  • Berlaku hukum Newton tentang gerak

Gambar 1. Balon udara panas. [1]
Pada bab ini, Anda akan diajak untuk dapat menerapkan konsep termodinamika dalam mesin kalor dengan cara mendeskripsikan sifat-sifat gas ideal monoatomik.


1. Gas Ideal

Anda tentu telah mengetahui bahwa setiap zat, baik itu zat padat, cair, maupun gas, terdiri atas materi-materi penyusun yang disebut atom. Sebagai partikel penyusun setiap jenis zat yang ada di Bumi dan di seluruh alam semesta, atom-atom berukuran sangat kecil dan tidak dapat dilihat, walaupun menggunakan alat yang paling canggih. Oleh karena itu, gaya yang ditimbulkan oleh interaksi antarpartikel dan energi setiap partikel hanya dapat diamati sebagai sifat materi yang dibentuk oleh sejumlah partikel tersebut secara keseluruhan. Analogi pernyataan ini dijelaskan sebagai berikut. Misalkan, Anda memiliki sejumlah gas oksigen yang berada di dalam tabung tertutup. Jika Anda ingin mengetahui gaya-gaya yang bekerja pada setiap atom oksigen, Anda hanya dapat mengamati perilaku seluruh gas oksigen yang ada di dalam tabung dan menganggap bahwa hasil pengamatan Anda sebagai penjumlahan dari gaya-gaya yang bekerja pada setiap atom gas oksigen.

Sifat mekanika gas yang tersusun atas sejumlah besar atom-atom atau molekul-molekul penyusunnya dijelaskan dalam teori kinetik gas. Dalam menjelaskan perilaku gas dalam keadaan tertentu, teori kinetik gas menggunakan beberapa pendekatan dan asumsi mengenai sifat-sifat gas yang disebut gas ideal.

Sifat-sifat gas ideal dinyatakan sebagai berikut.
1.        Jumlah partikel gas sangat banyak, tetapi tidak ada gaya tarik menarik (interaksi) antarpartikel.
2.        Setiap partikel gas selalu bergerak dengan arah sembarang atau acak.
3.        Ukuran partikel gas dapat diabaikan terhadap ukuran ruangan tempat gas berada.
4.        Setiap tumbukan yang terjadi antarpartikel gas dan antara partikel gas dan dinding bersifat lenting sempurna.
5.        Partikel gas terdistribusi merata di dalam ruangan.
6.        Berlaku Hukum Newton tentang gerak.
Pada kenyataannya, tidak ditemukan gas yang memenuhi kriteria gas ideal. Akan tetapi, sifat itu dapat didekati oleh gas pada temperatur tinggi dan tekanan rendah.

2. Hukum-Hukum tentang Gas

Teori kinetik gas membahas hubungan antara besaran-besaran yang menentukan keadaan suatu gas. Jika gas yang diamati berada di dalam ruangan tertutup, besaran-besaran yang menentukan keadaan gas tersebut adalah volume (V), tekanan (p), dan suhu gas (T). Menurut proses atau perlakuan yang diberikan pada gas, terdapat tiga jenis proses, yaitu isotermal, isobarik, dan isokhorik. Pembahasan mengenai setiap proses gas tersebut dapat Anda pelajari dalam uraian berikut.

a. Hukum Boyle

Perhatikanlah Gambar 1. berikut.
Gambar 1. (a) Gas di dalam tabung memiliki volume V1 dan tekanan P1. (b) Volume gas di dalam tabung diperbesar menjadi V2 sehingga tekanannya P2 menjadi lebih kecil.
Suatu gas yang berada di dalam tabung dengan tutup yang dapat diturunkan atau dinaikkan, sedang diukur tekanannya. Dari gambar tersebut dapat Anda lihat bahwa saat tuas tutup tabung ditekan, volume gas akan mengecil dan mengakibatkan tekanan gas yang terukur oleh alat pengukur menjadi membesar. Hubungan antara tekanan (p) dan volume (V) suatu gas yang berada di ruang tertutup ini diteliti oleh Robert Boyle.

Saat melakukan percobaan tentang hubungan antara tekanan dan volume gas dalam suatu ruang tertutup, Robert Boyle menjaga agar tidak terjadi perubahan temperatur pada gas (isotermal). Dari data hasil pengamatannya, Boyle mendapatkan bahwa hasil kali antara tekanan (p) dan volume (V) gas pada suhu tetap adalah konstan. Hasil pengamatan Boyle tersebut kemudian dikenal sebagai Hukum Boyle yang secara matematis dinyatakan dengan persamaan :

pV = konstan                                        (1–1)

atau

p1V1 = p2V2                                         (1–2)

Dalam bentuk grafik, hubungan antara tekanan (p) dan volume (V) dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik p-V suatu gas pada dua suhu yang berbeda, di mana T1>T2.
b. Hukum Gay-Lussac

Gay-Lussac, seorang ilmuwan asal Prancis, meneliti hubungan antara volume gas (V) dan temperatur (T) gas pada tekanan tetap (isobarik). Perhatikanlah Gambar 3.
Gambar 3. Pada tekanan 1 atm, (a) gas bervolume 4 m3 memiliki temperatur 300 K, sedangkan (b) gas bervolume 3 m3 memiliki temperatur 225 K.
Misalnya, Anda memasukkan gas ideal ke dalam tabung yang memiliki tutup piston di atasnya. Pada keadaan awal, gas tersebut memiliki volume 4 m3 dan temperatur 300 K.

Jika kemudian pemanas gas tersebut dimatikan dan gas didinginkan hingga mencapai temperatur 225 K, volume gas itu menurun hingga 3 m3. Jika Anda membuat perbandingan antara volume terhadap suhu pada kedua keadaan gas tersebut (V/T) , Anda akan mendapatkan suatu nilai konstan (4/300 = 3/225 = 0,013).

Berdasarkan hasil penelitiannya mengenai hubungan antara volume dan temperatur gas pada tekanan tetap, Gay-Lussac menyatakan Hukum Gay-Lussac, yaitu hasil bagi antara volume (V) dengan temperatur (T) gas pada tekanan tetap adalah konstan.
Gambar 4. Grafik hubungan V–T.
Persamaan matematisnya dituliskan sebagai berikut.

V/T = Konstan       (1–3)

atau

V1/T1 = V2/T2       (1–4)

Tokoh Fisika :

Robert Boyle
(1627–1691)
Gambar 5. Robert Boyle. [2]
Robert Boyle ialah seorang ilmuwan Fisika berkebangsaan Inggris. Melalui usaha dan kerja kerasnya, ia berhasil menemukan pompa vakum. Ia pun menemukan Hukum Boyle berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan cermat dan teliti pada gas. Hukum Boyle banyak diterapkan dalam teknologi dan telah memberikan banyak manfaat dalam kehidupan manusia.

Agar Anda dapat lebih memahami Hukum Boyle dan Hukum Gay- Lussac, lakukanlah kegiatan Percobaan Fisika Sederhana 1 :

Percobaan Fisika Sederhana 1
Membuktikan Hukum Boyle dan Hukum Gay-Lussac

Alat dan Bahan :
1.        Bola tembaga dengan katup dan alat pengukur tekanan
2.        Alat pengisap
3.        Pembakar bunsen
4.        Gelas kimia
5.        Penyangga kaki tiga
6.        Termometer
7.        Beban dan jangka sorong
8.        Klem dan statip
Prosedur :

A. Percobaan Gay-Lussac



1. Susunlah alat-alat percobaan, seperti terlihat pada gambar.
2. Bukalah katup, kemudian tutuplah katup pada bola tembaga pada suhu kamar. Catatlah nilai tekanan gas di dalam bola tembaga yang ditunjukkan oleh alat pengukur tekanan. Catatlah kedua nilai besaran tersebut ke dalam tabel berikut.

No
Suhu (°C)
Tekanan (mmHg)













3. Benamkan bola tembaga ke dalam air es. Pastikan jumlah es yang terdapat di dalam gelas kimia cukup banyak sehingga dicapai suhu stabil sistem antara 0 –10° C. Pastikan juga bahwa bola tembaga tidak menyentuh dasar gelas kimia dan air es menutupi seluruh bola tembaga.
4. Masukkan termometer ke dalam gelas kimia (perhatikan agar termometer tidak menyentuh bola tembaga dan dasar gelas kimia).
5. Setelah temperatur stabil, catatlah nilai temperatur dan tekanan tersebut ke dalam tabel.
6. Nyalakanlah pembakar bunsen. Kemudian, catatlah nilai tekanan dan temperatur untuk setiap kenaikan tekanan yang ditunjukkan oleh alat pengukur tekanan.
7. Lakukanlah langkah ke-6 sampai air di dalam gelas kimia mendidih.
8. Bagaimanakah hubungan antara suhu dan tekanan yang Anda peroleh dari data pengamatan?
9. Sesuaikan hasil data pengamatan Anda dengan Hukum Gay-Lussac? Jika tidak sesuai, dapatkah Anda menjelaskan bagian apa yang menyebabkan timbulnya perbedaan tersebut? Diskusikanlah dengan teman-teman kelompok dan guru Fisika Anda.

B. Percobaan Boyle

1. Dalam percobaan Boyle ini, digunakan pompa yang memiliki katup yang dapat ditutup. Sejumlah gas yang telah ditentukan banyaknya, terperangkap di dalam pompa. Temperatur gas selalu sama dengan temperatur kamar, sedangkan tekanan gas diubah dengan cara menggantungkan beban yang berbeda-beda pada silinder pompa.
2. Bukalah katup di ujung pompa, kemudian aturlah pompa agar menunjukkan volume udara sebesar 9 cm3. Tutuplah katup pompa. Catatlah tekanan dan volume gas pada tabel berikut.

Massa (kg)
Gaya (N)
Tekanan (N/m2)
Volume (m3)
1/ Volume (1/m3)
0
0
0
9 × 10–6
1,11 × 105
0,2




0,4




...





Oleh karena tekanan gas yang diperhitungkan dalam percobaan ini adalah tekanan netto gas, Anda dapat menganggap tekanan udara luar pada keadaan awal gas adalah nol.
3. Tambahkan beban 200 g ke dalam pengisap. Bacalah volume gas dalam pengisap. Catatlah massa dan volume tersebut ke dalam tabel di atas.
4. Lakukanlah langkah k-3 hingga massa beban mencapai 1,6 kg.
5. Hitunglah tekanan di dalam pengisap dengan cara membagi gaya yang diberikan pada pengisap dengan luas penampang pengisap.
6. Ukurlah diameter pengisap menggunakan jangka sorong, kemudian hitunglah luas penampang pengisap tersebut.
7. Bagaimanakah hubungan antara tekanan dan volume pada percobaan tersebut?
8. Sesuaikah hasil data pengamatan Anda dengan Hukum Boyle?

c. Hukum Charles

Seorang ilmuwan Perancis lainnya, Charles, menyatakan hubungan antara tekanan (p) terhadap temperatur (T) suatu gas yang berada pada volume tetap (isokhorik). Hasil penelitiannya kemudian dikenal sebagai Hukum Charles yang menyatakan hasil bagi tekanan (p) dengan temperatur (T) suatu gas pada volume tetap adalah konstan.
Gambar 6. Grafik p-T suatu gas pada volume yang berbeda.
Persamaan matematis dari Hukum Charles dinyatakan dengan :

P/T = Konstan                   (1–5)

atau
p1/T1 = p2/T2                         (–6)

Anda dapat melakukan kegiatan Percobaan Fisika Sederhana 2 berikut secara berkelompok untuk lebih memahami Hukum Charles.

Percobaan Fisika Sederhana 2
Memahami Hukum Charles

Alat dan Bahan :
1.        Termometer
2.        Air
3.        Gelas kimia
4.        Pemanas
5.        Manometer
6.        Batang pengaduk
Prosedur

1.        Susunlah alat-alat dan bahan percobaan, seperti tampak pada gambar.
2.        Catatlah suhu awal dan perbedaan tinggi yang ditunjukkan manometer.
3.        Nyalakan pemanas, kemudian catatlah perbedaan tinggi raksa dalam kolom manometer setiap kenaikan suhu 5°C.
4.        Agar suhu air dalam gelas kimia merata, aduklah air tersebut dengan batang pengaduk.
5.        Diskusikan hubungan antara temperatur terhadap tekanan gas. Sesuaikah data hasil pengamatan Anda dengan Hukum Charles?
d. Persamaan Keadaan Gas Ideal

Pada proses isobarik, tekanan gas tetap, sedangkan volume dan temperatur gas berubah. Demikian juga dalam proses isokhorik dan isotermal, terdapat satu variabel atau besaran gas yang berada dalam keadaan tetap, sedangkan kedua variabel gas lainnya berubah. Bagaimanakah jika ketiga besaran yang menyatakan keadaan gas tersebut (tekanan, volume, dan suhu) berubah?

Dari ketiga hubungan antara tekanan, volume, dan suhu gas yang didapatkan dari Hukum Boyle dan Hukum Gay-Lussac dapat diturunkan suatu persamaan yang disebut persamaan keadaan gas ideal. Secara matematis, persamaan keadaan gas ideal dinyatakan dengan persamaan :

PV/T = Konstan               (1–7)

atau

p1V1/T1 = p2V2/T2          (1–8)

Oleh karena setiap proses yang dilakukan pada gas berada dalam ruang tertutup, jumlah molekul gas yang terdapat di dalam ruang tersebut dapat ditentukan sebagai jumlah mol gas (n) yang jumlahnya selalu tetap. Anda tentu sudah mengetahui bahwa mol adalah suatu besaran yang digunakan untuk menyatakan massa suatu zat dalam gram yang besarnya sama dengan jumlah molekul zat tersebut. Dengan demikian, persamaan keadaan gas ideal dapat dituliskan menjadi :

pV/T = nR                     (1–9)

atau

pV = nRT                      (1–10)

dengan : 

n = jumlah mol gas,
R = tetapan umum gas = 8,31 × 103 J/kmolK (SI) = 8,31 J/molK,
p = tekanan (N/m2),
V = volume (m3), dan
T = temperatur (K).

Dari definisi mol zat yang menyatakan bahwa :

jumlah mol = massa / massa relatif molekul

atau

n = m / Mr

Persamaan (1–10) dapat dituliskan menjadi :

pV = (m/Mr) RT                       (1–11)

Anda telah mempelajari bahwa massa jenis suatu zat adalah perbandingan antara massa dengan volume zat tersebut. Oleh karena itu, dari Persamaan (1–11) dapat diperoleh persamaan massa jenis gas :

ρ = m/V = p Mr/RT                  (1–12)

Menurut prinsip Avogadro, satu mol gas mengandung jumlah molekul gas yang sama. Jumlah molekul gas ini dinyatakan dengan bilangan Avogadro (NA) yang besarnya sama dengan 6,02 × 1023 molekul/mol. Dengan demikian, Persamaan (1–12) dapat dinyatakan menjadi :

pV = (N/NA) RT

atau

pV = N(R/NA) T                      (1–13)

dengan: 

N = Banyak partikel gas, dan
NA = Bilangan avogadro = 6,02 × 1023 molekul/mol

Oleh karena nilai pada Persamaan (1–13) merupakan suatu nilai tetapan yang disebut konstanta Boltzmann, k, di mana k = 1,38 × 10-23 J/K maka persamaan keadaan gas ideal dapat juga dituliskan menjadi persamaan berikut.

pV = NkT                                 (1–14)

Catatan Fisika :

Dalam keadaan standar (STP), yaitu tekanan p = 1 atm = 1 × 105 Pa, dan suhu gas t = 0° C atau T = 273 K, maka setiap n = 1 mol (gas apa saja) memiliki volume 22,4 liter.

Contoh Soal 1 :

Setetes raksa berbentuk bola memiliki jari-jari, r = 0,4 mm. Berapa banyak atom raksa dalam tetesan tersebut jika diketahui Mr raksa = 202 kg/kmol dan massa jenis raksa ρ = 13.600 kg/m3?

Kunci Jawaban :

Diketahui: r = 0,4 mm, Mr = 202 kg/kmol, dan ρ = 13.600 kg/m3.

Massa raksa:

m = ρ V = ρ (4/3 π r3)

m = 13.600 kg/m3 × 4/3 x π × (0,4 × 10-3 m)3

m = 3,6 × 10–6 kg = 3,6 × 10-3 g

Jumlah mol raksa:

n = m / Mr = (3,6 x 10-3 / 202) mol = 1,78 × 10-5 mol.

Banyak atom raksa N = n NA = (1,78 × 10-5) (6,02 × 1023) = 1,07 × 1019 atom.

Contoh Soal 2 :

Sebuah silinder mengandung 20 liter gas pada tekanan 2,5 × 106 Pa. Keran yang ada pada silinder dibuka sampai tekanannya turun menjadi 2,0 × 106 Pa, kemudian keran ditutup. Jika suhu dijaga tetap, berapakah volume gas yang dibebaskan pada atmosfer bertekanan 1 × 105 Pa?

Kunci Jawaban :

Diketahui pada keadaan awal:

V1 = 20 L = 20 × 10–3 m3 dan p1 = 2,5 × 106 Pa

Keadaan akhir:

V2 = volume semestinya dan p2 = 2,0 × 106 Pa.

Dengan menggunakan rumus p1V1 = p2V2 atau V2 = (p1/p2) V1, maka :

V2 = (2,5 x 106 Pa / 2,0 x 106 Pa) x 20 L = 25 L pada tekanan p2

Gas yang keluar dari silinder adalah 25 L – 20 L = 5 L pada tekanan p2. Oleh karena tekanan udara luar 1 × 105 Pa, ΔV gas yang 5 L tersebut, di udara luar menjadi:

p2 ( ΔV) = P3V3
(2,0 × 106 Pa)(5 L) = (1 × 105 Pa)V3
V3 = 100 L. 

Dengan demikian, volume gas yang dibebaskan adalah sebesar 100 L.

Contoh Soal 3 :

Seorang siswa ingin menerapkan hukum Boyle untuk menentukan tekanan udara luar dengan menggunakan peralatan, seperti tampak pada gambar. Ia mendapatkan bahwa ketika h = 50 mm, V = 18 cm3 dan ketika h = 150 mm, V = 16 cm3. Berapa mmHg tekanan udara luar di tempat siswa tersebut melakukan percobaan?

Kunci Jawaban :

Diketahui: h1 = 50 mm, V1 = 18 cm3, h2 = 150 mm, dan V2 = 16 cm3.

Sesuai dengan sifat bejana berhubungan, tekanan gas dalam V adalah:
• Keadaan 1: p1 = (p0 + h1) mmHg = (p0 + 50) mmHg ...... (a)
• Keadaan 2: p2 = (p0 + h2) mmHg = (p0 + 150) mmHg .... (b)

Menurut hukum Boyle: p2 V2 = p1 V1 atau p2 = (V1/V2)p1 = (18/16)p1 .... (c)

Substitusikan Persamaan (c) ke Persamaan (b) sehingga diperoleh :

(18 cm3/16 cm3) p1 = p0 + 150 mm → p1 = (18 cm3/16 cm3) (p0 + 150 mm)

Dengan memerhatikan Persamaan (a), diperoleh:

(18 cm3/16 cm3) (p0 + 150 mm) = (p0 + 50mm)
16 cm3( p0) + 16 cm3 (150 mm) = 18p0 + 18 cm3 (50 mm)
2 p0 = 16 cm3 (150 mm) – 18 cm3 (50 mm)
p0 = 750 mmHg

Tekanan udara luar adalah 750 mmHg atau 75 cmHg.

Contoh Soal 4 :

Menurut teori kinetik gas, tekanan gas dalam ruang tertutup:

1. Berbanding lurus dengan energi kinetik rata-rata partikel.
2. Berbanding terbalik dengan volume gas dalam ruang.
3. Berbanding lurus dengan jumlah partikel gas.
4. Berbanding terbalik dengan kuadrat kecepatan partikel gas.

Pernyataan-pernyataan yang benar adalah ....

a. 1 dan 2
b. 1 dan 3
c. 1, 2, dan 3
d. 2, 3, dan 4
e. 1, 3, dan 4

Kunci Jawaban :

Jawab: c

B. Prinsip Ekuipartisi Energi

Pada subbab A, Anda telah mempelajari hubungan antara variabel-variabel yang menyatakan keadaan suatu gas dalam ruangan tertutup. Untuk mengamati keadaan gas tersebut, dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara makroskopis dan mikroskopis. Jika Anda mengamati keadaan suatu gas dalam ruang tertutup berdasarkan besaran-besaran yang dapat dilihat atau diukur secara langsung, Anda dikatakan melakukan pengamatan secara makroskopis. Namun, jika pengamatan yang Anda lakukan berdasarkan pada variabel atau besaran yang tidak dapat dilihat atau diukur secara langsung, Anda dikatakan melakukan pengamatan secara mikroskopis.

Pengamatan keadaan gas secara makroskopis telah Anda lakukan dan pelajari pada subbab A. Pada subbab B ini, Anda akan mempelajari keadaan gas yang diamati secara mikroskopis serta hubungan antara besaran makroskopis dan besaran mikroskopis.

1. Tinjauan Tekanan Secara Mikroskopis

Berdasarkan sifat-sifat gas ideal, Anda telah mengetahui bahwa setiap dinding ruang tempat gas berada, mendapat tekanan dari tumbukan partikel-partikel gas yang tersebar merata di dalam ruang tersebut. Cobalah Anda amati gerak satu partikel yang berada di dalam ruang berbentuk kubus dengan panjang rusuk kubus L. Massa partikel tersebut adalah m dan kecepatan partikel menurut arah sumbu-x dinyatakan sebagai vx (perhatikan Gambar 7).
Gambar 6. Sebuah partikel bergerak dengan kecepatan vx dalam ruang berbentuk kubus berusuk L.
Jika partikel gas ideal tersebut menumbuk dinding ruang, tumbukan yang terjadi adalah tumbukan lenting sempurna. Oleh karena itu, jika kecepatan awal partikel saat menumbuk dinding A adalah +vx, kecepatan akhir partikel setelah terjadinya tumbukan dinyatakan sebagai - vx. Perubahan momentum (px) yang dialami partikel adalah p= pakhir – pawal = -mvx - (mvx) = -2mvx.

Setelah menumbuk dinding A, partikel gas ideal tersebut menumbuk dinding B. Demikian seterusnya, partikel gas tersebut akan bergerak bolak-balik menumbuk dinding A dan dinding B. Dengan demikian, Anda dapat menghitung selang waktu antara dua tumbukan yang terjadi pada dinding A dengan persamaan :

t = 2L / vx                                        (1–15)

Pada saat partikel gas tersebut menumbuk dinding, partikel memberikan gaya sebesar Fx pada dinding. Pada pelajaran mengenai momentum, Anda telah mempelajari bahwa besarnya gaya yang terjadi pada peristiwa tumbukan sama dengan laju perubahan momentumnya (F = p / t). Dengan demikian, besar gaya Fx tersebut dapat diketahui sebagai berikut.

Fx = mvx2 / L                                    (1–16)

Jika di dalam ruang berbentuk kubus tersebut terdapat sejumlah N partikel gas, yang kecepatan rata-rata seluruh molekul gas tersebut dinyatakan dengan vx, gaya yang dialami dinding dinyatakan sebagai Ftotal. Dengan demikian, Persamaan (1–16) dapat dinyatakan menjadi :

      (1–17)

Anda dapat mencari besarnya tekanan (p) yang dilakukan oleh gaya total (Ftotal) yang dihasilkan oleh N partikel gas ideal tersebut pada dinding A.

p = Ftotal / A

Oleh karena luas dinding adalah perkalian antara dua panjang rusuk dinding tersebtu (A = L2  maka persamaan tekanan pada dinding dapat ditulis dengan :

 (1–18)

atau ;

pV = Nmvx2                           (1–19)

dengan: 

p = tekanan pada dinding, dan
V = volume ruang.

Dalam tinjauan tiga dimensi (tinjauan ruang), kecepatan rata-rata gerak partikel merupakan resultan dari tiga komponen arah kecepatan menurut sumbu-x (), sumbu-y (  ), dan sumbu-z (  ), yang besarnya sama. Oleh karena itu, dapat dituliskan  dengan    . Jika setiap komponen pada kedua ruas penamaan kecepatan tersebut dikuadratkan, dapat dituliskan :


sehingga diperoleh,

Dengan demikian, Persamaan (1–19) dapat diubah menjadi :

            (1–20)

atau

              (1–21)

dengan: 

N = banyaknya partikel gas,
m = massa 1 partikel gas,
v = kecepatan partikel gas, dan
V = volume gas.

Catatan Fisika :


Gelembung Udara
Penyelam. [3]
Ukuran gelembung udara di dalam air berubah seiring dengan berubahnya kedalam gelembung tersebut di dalam air. Jika seorang penyelam scuba melepaskan gelembung udara di kedalaman air, tekanan air di kedalam tersebut menentukan besarnya volume gelembung udara. Saat gelembung udara tersebut naik ke permukaan, tekanan air menurun sehingga volume gelembung udara pun membesar. (Sumber: Contemporary College Physics, 1993)

2. Hubungan Antara Tekanan Gas dan Energi Kinetik

Pada Persamaan (1–20), Anda telah menyatakan hubungan antara besaran tekanan, volume, dan suhu (besaran makroskopis) suatu gas dengan besaran mikroskopis (massa, jumlah, dan kecepatan) partikel gas tersebut.

Dari pelajaran sebelumnya, Anda juga telah mempelajari bahwa setiap benda yang bergerak memiliki energi kinetik. Bagaimanakah hubungan antara ketiga variabel makroskopis gas (tekanan, volume, dan suhu) terhadap energi kinetiknya?

Perhatikanlah kembali Persamaan (1–18) dan Persamaan (1–21). Jika Persamaan (1–18) dituliskan menjadi:

p= NkT / V, 

dan Persamaan (1–21) dituliskan sebagai 

p = (1/3) (Nmv2 / V) 

maka dapat diturunkan persamaan :

p= NKT / V = (1/3) (Nmv2 / V)

1/3 mv2 = kT                                (1–22)

Oleh karena EK = 1/2 mv2, maka Persamaan (1–22) dapat dituliskan menjadi :

2/3 (1/2 mv2) = kT

sehingga diperoleh,

2/3 EK = kT    (1–23)

dan

EK = 2/3 kT    (1–24)

Dari Persamaan (1–24) Anda dapat menyatakan bahwa energi kinetik gas berbanding lurus dengan temperaturnya. Jadi, jika temperatur gas naik, energi kinetiknya akan membesar. Demikian juga sebaliknya, jika suhu gas turun, energi kinetiknya akan mengecil.

Jika energi kinetik Persamaan (1–24) dituliskan sebagai EK = 3 (1/2 kT), besaran 1/2 kT disebut juga sebagai derajat kebebasan gas. Apakah derajat kebebasan gas itu? Derajat kebebasan berhubungan dengan kebebasan partikel gas untuk bergerak di dalam ruang. Jadi, jika energi kinetik suatu gas dinyatakan sebagai 3/2 kT, Anda dapat mengatakan bahwa gas tersebut memiliki 3 derajat kebebasan menurut sumbu-x, sumbu-y, dan sumbu-z. Derajat kebebasan ini berlaku untuk gas monoatomik, seperti Helium (He), Argon (Ar), dan Neon (Ne). Semakin tinggi suhu suatu gas, energi kinetiknya akan semakin besar. Secara fisis, meningkatnya energi kinetik gas tersebut berhubungan dengan meningkatnya jumlah derajat kebebasan yang dimilikinya. Pada gas-gas diatomik, seperti H2, N2, dan O2, energi kinetiknya pada suhu rendah adalah 3/2 kT, pada suhu sedang 5/2 kT, dan suhu tinggi 7/2 kT.

Derajat kebebasan gas-gas diatomik pada suhu rendah diperoleh dari kebebasan gerak partikel-partikelnya saat bertranslasi menurut sumbu-x, sumbu-y, dan sumbu-z (v2 = vx2 + vy2 + vz2 = 3vx2). Pada suhu sedang, partikelpartikel gas diatomik tersebut dapat bertranslasi dan berotasi. Namun, rotasi yang dialami partikel gas menurut sumbu-x diabaikan karena nilainya sangat kecil. Dengan demikian, energi kinetiknya, EK = 3/2 kT = 2 (1/2) kT = 5/2 kT. Jika temperatur gas diatomik tersebut dinaikkan lagi hingga mencapai ±1.000 K, gerak yang dilakukan oleh partikel-partikel gas adalah gerak translasi, rotasi, dan vibrasi (bergetar pada sumbunya). Energi kinetik gas pada suhu tinggi dinyatakan dengan :

EK = 3/2 kT + 2 (1/2) kT + 2 (1/2) kT + 7/2 kT

Anda telah mempelajari dari uraian di atas, bahwa jumlah derajat kebebasan partikel gas menentukan energi yang dimiliki atau disimpan oleh gas tersebut. Peninjauan energi partikel gas inilah yang dinamakan Prinsip Ekuipartisi Energi oleh James Clerk Maxwell.
Gambar 8. Derajat kebebasan sebuah molekul diatomik. (a) Gerak translasi. Pusat massa memiliki tiga komponen kecepatan yang independen satu dengan yang lain. (b) Gerak rotasi.Molekul memiliki dua sumbu putar yang independen melalui pusat massanya. (c) Gerak vibrasi.Atom dan “pegas” memiliki energi kinetik dan energi potensial vibrasi tambahan. [4]
3. Energi Dalam Gas Ideal

Energi kinetik sejumlah partikel gas yang terdapat di dalam suatu ruang tertutup disebut sebagai energi dalam gas (U). Jika di dalam ruangan tersebut terdapat N partikel gas, energi dalam gas dituliskan dengan persamaan :

U = NEK

Dengan demikian, energi dalam untuk gas monoatomik atau gas diatomik pada suhu rendah adalah :

U = NEK = 3/2 NkT

Adapun, energi dalam untuk gas-gas diatomik pada suhu sedang dinyatakan dengan :

U = 5/2 NkT

dan pada suhu tinggi, besar energi dalam gas adalah :

U = 7/2 NkT

4. Kecepatan Partikel Gas Ideal

Besaran lain yang dapat ditentukan melalui prinsip ekuipartisi energi gas adalah akar dari rata-rata kuadrat kelajuan (vrms = root mean square speed) gas, yang dirumuskan dengan :

Dari persamaan (1-24), Anda telah mengetahui bahwa EK = 3/2 kT. Dengan demikian dapat dirumuskan bahwa :

1/2 mv2 = 3/2 kT

v2 = 3kT / m

                      (1–25)
Berdasarkan persamaan gas ideal, Anda pun telah mengetahui bahwa pV = NkT. Jika hanya terdapat satu mol gas, persamaan gas ideal tersebut dapat dinyatakan pV = kT. Dengan demikian, Persamaan (1-25) dapat dituliskan menjadi :

                    (1–26)
Anda tentu masih ingat bahwa massa jenis ( ρ ) adalah perbandingan antara massa terhadap volume zat tersebut ( ρ = m / v) ). Oleh karena itu, Persamaan (1–26) dapat dituliskan menjadi :

                       (1–27)
Berdasarkan Persamaan (1–27) tersebut, Anda dapat menyatakan bahwa massa jenis gas berbanding terbalik dengan kelajuan partikelnya. Jadi, jika massa jenis ( ρ ) gas di dalam ruangan tertutup besar, kelajuan partikel gas tersebut akan semakin kecil.

Contoh Soal 5 :

Neon (Ne) adalah suatu gas monoatomik. Berapakah energi dalam 2 gram gas neon pada suhu 50°C jika massa molekul relatifnya Mr = 10 g/mol?

Kunci Jawaban :

Diketahui: m = 2 gram, T = 50°C, dan Mr = 10 g/mol.

U = 3/2 nRT = (3/2) (m/Mr) (RT)

U = 3/2 x (2 g/10 g/mol) x 8,31 J/molK x (50 273) K = 805,24 J.

Contoh Soal 6 :

Sebuah tangki bervolume 2,4 m3 diisi dengan 2 kg gas. Tekanan dalam tangki 1,3 atm. Berapakah kecepatan efektif molekul-molekul gas ini?

Kunci Jawaban :

Diketahui: V = 2,4 m3, m = 2 kg, dan p = 1,3 atm.





v = 687,52 m/s.

Rangkuman :

1. Gas Ideal adalah gas yang memenuhi sifat-sifat berpartikel banyak, antarpartikel tidak berinteraksi, arah gerak setiap partikel sembarang, ukuran partikel terhadap ruang tempatnya dapat diabaikan, tumbukan antarpartikel bersifat lenting sempurna, partikel gas terdistribusi merata di seluruh ruang, dan berlaku Hukum Newton tentang gerak.

2. Hukum Boyle berlaku pada proses isotermal

pV = konstan
p1V1 = p2V2

3. Hukum Gay-Lussac berlaku pada proses isobarik

V/T = Konstan atau V1/T1 = V2/T2

4. Hukum Charles berlaku pada proses isokhorik

p/T = Konstan atau p1/T1 = p2/T2

5. Hukum Boyle-Gay Lussac merupakan penggabungan antara Hukum Boyle dan Hukum Gay- Lussac

pV/T = Konstan atau p1V1/T1 = p2V2/T2

6. Persamaan keadaan gas ideal

pV = nRT atau pT = NkT

7. Tekanan gas ideal

p = 1/3 (Nmv2/V)

8. Energi dalam gas ideal

a. Gas monoatomik

EK = 3/2 NkT = 3/2 nRT

b. Gas diatomik

1) Pada suhu rendah:

U = NEK = 3/2 NkT = 3/2 nRT

2) Pada suhu sedang:

U = NEK = 5/2 NkT = 5/2 nRT

3) Pada suhu tinggi:

U = NEK = 7/2 NkT = 7/2 nRT

.

              DAFTAR PUSTAKA :

Saripudin, A., D. Rustiawan K., dan A. Suganda. 2009. Praktis Belajar Fisika 1 : untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Alam. Pusat Perbukuan Departemen Nasional, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 234.

Jones, E.R. dan Chiulders, R.L. 1994. Contemporary College Physics, Second Edition. New York: Addison Wesley Longman.

[1] 
http://en.wikipedia.org/wiki/Hot_air_balloon
[2] 
http://en.wikipedia.org/wiki/Robert_Boyle
[3] 
http://www.splashdive.com/best-places-for-scuba-diving-in-the-world/best-places-for-scuba-diving-in-the-world-scuba-diving-in-cayman-island/







TUGAS FISIKA PREDIKSI SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER GANJIL 2019 SMK SWADHIPA 2 NATAR

1.        21000 Jika diubah kebentuk angka penting fisika akan menjadi… 2.       Pak Budi berjalan sejauh 3,4 km saat olahraga pagi, ji...